75% Pembangkit Listrik Indonesia Akan Gunakan Energi Terbaru Termasuk Nuklir
Di COP 29, Indonesia paparkan rencana ambisius menuju energi hijau dengan target 75 gigawatt energi baru terbarukan dan dukungan penuh pada program penangkapan karbon.
AC10 Tech, Jakarta – Utusan Khusus Presiden untuk Energi dan Lingkungan Hidup, Hashim Djojohadikusumo, mengungkapkan program energi ambisius dari pemerintahan Prabowo Subianto yang akan diluncurkan bertahap selama 15 tahun. Rencana ini meliputi penambahan kapasitas 100 gigawatt pembangkit listrik baru di Indonesia, di mana 75% di antaranya atau sekitar 75 gigawatt, akan bersumber dari energi baru dan terbarukan (EBT). Pernyataan ini disampaikan Hashim pada pembukaan Pavilion Indonesia di ajang Conference of the Parties (COP) ke-29 yang sedang berlangsung.
Dalam paparan Hashim, energi terbarukan yang direncanakan akan mencakup berbagai sumber, antara lain tenaga angin, tenaga surya, tenaga air, panas bumi, hingga tenaga nuklir. Pemerintah menargetkan 25 gigawatt dari kapasitas ini akan dipenuhi oleh pembangkit listrik tenaga angin (PLTB), tenaga surya (PLTS), tenaga air (PLTA), tenaga panas bumi (PLTP), dan tenaga nuklir (PLTN) untuk mencapai target energi hijau ini.
“Kami akan memperkenalkan program-program baru yang menjadi landasan pemerintahan Prabowo untuk mencapai 75% energi terbarukan dari total 100 GW pembangkit baru yang akan kita bangun,” jelas Hashim dalam sesi yang disiarkan secara virtual pada Selasa (12/11/2024).
Indonesia sendiri saat ini memiliki total kapasitas terpasang sebesar 93 GW hingga Semester 1-2024, menurut data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Dari kapasitas tersebut, sekitar 85% atau 79,75 GW masih berbasis energi fosil, sementara hanya 15% atau 13,71 GW yang berasal dari energi terbarukan. Rencana baru ini, jika berhasil, akan membawa Indonesia menuju perubahan besar dengan meningkatkan porsi energi terbarukan secara signifikan.
Tidak hanya berfokus pada pembangkit listrik, pemerintah juga serius dalam pengembangan teknologi penangkapan, penggunaan, dan penyimpanan karbon (CCS/CCUS) sebagai langkah mitigasi perubahan iklim. Beberapa perusahaan energi global, seperti ExxonMobil dan British Petroleum (BP), telah mengajukan rencana investasi untuk mendukung proyek CCS/CCUS di Indonesia.
Proyek-proyek ini dianggap penting untuk mengurangi emisi karbon secara substansial. Indonesia memiliki kapasitas penyimpanan karbon yang sangat besar, yang diperkirakan mencapai 500 gigaton, berkat lapisan saline aquifer di berbagai wilayah darat dan laut di seluruh kepulauan.
Dari sisi perdagangan karbon, Indonesia sedang mempersiapkan diri untuk menjadi pemain utama dengan memverifikasi lebih dari 577 juta ton karbon yang siap ditawarkan ke pasar global. Dalam perkembangan terbaru, Kerajaan Norwegia telah berkomitmen untuk membeli 30 juta ton karbon dari Indonesia, sementara salah satu negara Teluk menyatakan minat untuk mengamankan 287 juta ton karbon.
Menteri Lingkungan Hidup Indonesia saat ini tengah menyelesaikan proses verifikasi tambahan untuk 600 juta ton karbon, yang diharapkan akan tersedia untuk perdagangan dalam beberapa bulan mendatang.
Hashim menambahkan bahwa pemerintahan Prabowo berkomitmen melanjutkan seluruh program dan kebijakan energi dan lingkungan yang telah dibangun oleh presiden-presiden terdahulu, mulai dari Presiden Joko Widodo hingga Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Megawati Soekarnoputri.
Komitmen ini merupakan langkah strategis untuk menjaga kesinambungan dalam upaya mencapai ketahanan energi nasional sekaligus mempromosikan penggunaan energi hijau yang berkelanjutan di Indonesia.