Goldman Sachs memprediksi masa depan gemilang untuk emas. Bank investasi ternama ini memperkirakan harga emas akan mencapai US$3.000 per ons pada Desember 2025. Proyeksi ini didukung oleh beberapa faktor utama, termasuk meningkatnya permintaan bank sentral dan pemangkasan suku bunga Federal Reserve (The Fed) di masa mendatang.
Menurut para analis Goldman, termasuk Daan Struyven, permintaan struktural dari bank sentral akan menjadi motor utama kenaikan ini. Di sisi lain, pemangkasan suku bunga oleh The Fed diperkirakan akan mendorong aliran dana dari investor yang mengalihkan portofolio ke logam mulia. Goldman menambahkan bahwa kebijakan moneter yang lebih longgar akan memperkuat daya tarik emas sebagai aset lindung nilai.
Sepanjang tahun ini, harga emas telah menunjukkan reli yang kuat, sempat mencapai level tertinggi sebelum turun akibat menguatnya dolar AS. Pemilu AS dan potensi kemenangan Donald Trump telah memengaruhi sentimen pasar, tetapi pengaruh dari faktor global lainnya tetap mendominasi prospek kenaikan harga emas.
Salah satu alasan lain yang mendorong proyeksi ini adalah meningkatnya ketegangan geopolitik dan kekhawatiran atas stabilitas fiskal AS. Goldman menyoroti bahwa bank sentral di negara-negara dengan cadangan Treasury AS yang besar mungkin akan terus meningkatkan akumulasi emas mereka untuk mengurangi risiko eksposur terhadap dolar.
Harga emas spot saat ini berada di sekitar US$2.589 per ons, setelah menyentuh puncaknya di atas US$2.790 bulan lalu. Namun, lonjakan permintaan dari sektor resmi dan ketidakpastian global dapat memicu harga kembali naik dalam waktu dekat.
Sementara itu, komoditas lain seperti minyak dan gas juga menjadi perhatian para analis. Harga minyak mentah Brent diperkirakan akan bergerak antara US$70 hingga US$85 per barel tahun depan. Namun, risiko kenaikan jangka pendek tetap ada, terutama jika ketegangan di Timur Tengah meningkat akibat kebijakan AS terhadap Iran. Goldman menegaskan bahwa kemungkinan pemberlakuan sanksi yang lebih berat terhadap Iran dapat memperketat pasokan global, yang pada akhirnya mendukung kenaikan harga minyak.
Di sisi lain, logam dasar seperti tembaga menjadi pilihan yang lebih menarik dibandingkan besi. Adapun gas alam Eropa menghadapi risiko kenaikan harga dalam jangka pendek akibat faktor cuaca ekstrem.
Goldman juga mencatat bahwa potensi kebijakan baru AS yang pro-Israel dapat meningkatkan ketegangan di kawasan Timur Tengah, memperburuk situasi geopolitik, dan pada akhirnya memengaruhi pasar energi serta komoditas global.
Dengan dinamika ini, emas tetap menjadi aset investasi yang menarik, terutama bagi mereka yang ingin melindungi kekayaan di tengah ketidakpastian global.